Sabtu, 30 Maret 2013

aby wa ummy



Roudlotul jannah, 17 november 2011

“Andai Engkau Tahu Apa Yang Ku Harap”
Apakah engkau masih bisa tersenyum saat kini engkau merasa tidak dibutuhkan oleh orang dsekitarmu, dan memikirkannya membuat hatimu tidak tenang. Jika masih bisa, aku bangga padamu, karena engkau benar2 menunjukkan ketegaranmu, apalagi jika engkau tetap bertahan disitu sampai engkau benar2 bisa merasa berarti disitu, maka sungguh aku teramat bangga pdamu karena engkau begitu tangguh.
Apakah engkau masih bisa tersenyum saat kini hatimu sudah lelah menghadapinya yang tak pernah mengerti perasaanmu? Jika masih bisa, aku salut kepada ketegaran jiwa lembutmu yang bisa bertahan dg semua ini, apalagi jika hatimu tetap lembut dan tak bosan untuk bersabar, maka sungguh aku teramat salut padamu karena engkau begitu tangguh atas takdir kelmbutan padamu.
Emak, andai engkau bisa mendengar bisikan, suara, dan jeritan hatiku tiap saat, maka mungkin engkau akan tau betapa aku teramat sayang padamu, atas air susumu yang telah menjadikan q seperti ini, atas tauladanmu kepadaq, atas air mata sayangmu padaq ditengah malam2mu, atas cerita dan belaian mu, atas dekapan hangat nan menentramkan, atas ketangguhanmu menghidupi q, menghidupi kami, atas kesabaranmu menghadapi bapakq, atas semua yang tak sanggup aku sebutkan karena begitu banyaknya hal2 yang mengharuskan ku berterima kasih banyak padamu. Jika engkau ingin mendengar harapku, maka tolong dengarkan hatiku tanpa merasa cemburu atau merasa sedih, dengarkan dengan kelembutan dan keteduhan hati engkau. Tolong tetaplah bersabar terhadap bapakq, tolong mengerti dan maklumilah sifat dan karakternya itu, bukalah lagi pintu kelembutanmu padanya, tolong bantu membuatnya merasa berarti dan dibutuhkan olehmu, tolong buat ia merasa engkau sungguh membutuhkannya. Walau mungkin kenyataanya engkau memang tidak membuthknnya, walau mungkin jika ia berada didekatmu hanya akn menambah sakit dan beban hatimu, walau mungkin kehadirannya membuatmu sesak karena memikirkannya. Lakukanlah demi aq mak... Aku tau, andai engkau bukan seorang istri yang sabar maka pasti engkau akan berkata bahwa engkau sangat amat menyesal telah menikah dg bapakq. Aku tau, andai engkau bukan ibu yang pandai bersyukur, pastilah engkau tidak akan bisa tetap tersenyum pada anak2mu dan berkata pada mereka bahwa engkau sangat bahagia mempunyai anak seperti kami, bahwa engkau amat bangga melihat kami. Maka engkau adalah emak terhebat dalam hidupku, suri tauladan nyata yang sering kuciumi tanganmu, berharap agar aku dapat menirumu, berharap aku dapat mewarisi ketegaran dan ketangguhanmu. Hati egoisku berharap agar engkau masih mau bersabar menghadapi bapakq, tapi hati kecilku tersiksa melihat engkau terus bersabar akan perlakuan2 bapakq. Ah entalah mak..., aku bingung. Namun yang pasti q sangaaat menyayangimu.
Bapak, seandainya engkau tau aku sungguh menyayangimu secara tulus. Aku adalh anak perempuanmu yang sebagian besar genku terbentuk darimu, maka aku tau apa yang engkau rasakan, aku tau apa yang engkau mau, bahkan aku memaklumi, sangat memaklumi atas persepsi2mu yang banyak orang memicingkan mata saat mendengarnya. Aku menyayangimu, sangat menyayangimu walau kata mereka engkau tidak pernah memberi apa2 padaq, kasih sayangmu pamrih, dan tidak patut aku sayangi. Aku sngguh menyayangimu tanpa aku tau mengapa aku bisa menyayangimu, hati kecilku tetap bisa memaklumimu disaat mereka membencimu, disaat hatiku juga berontak akan sikapmu yang kurang benar. Hatiku sakit saat mereka menghinamu, saat mereka menyudutkanmu didepanku, anak perempuanmu. Apakah engkau tau pak? Apakah engkau tau betapa hatiku menyayangimu, walau memang aku tidak lebih berpihak padamu ats logikaku yang mengatakan bahwa engkau memang salah. Aku ingin mendekat padamu, merengkuhmu, berada disampingmu untk menemani hatimu yg sering sedih dan merasa tersisih itu. Aku ingin mengatakn padamu bahwa hatiku sangat membutuhkanmu, maka jangan tinggalkan kami lagi demi aku yang masih membutuhkanmu. Jika engkau ingin mendengar harapanku padamu, maka dengarkanlah bisik hatiku tanpa merasa cemburu ataupun terhina, dengarkan dg hati engkau yang paling sejuk. tolong jagakan hati emakq, sayangi jiwa perempuannya atas takdir kelemahan dan kelembutannya itu, lindungi kekurangan2nya sebagai wanita atas kelebihanmu sebagai pria, sekali saja tolong hapuskan air matanya yg sering jatuh ditengah malam2nya, temani keterjagaannya di malm2nya, hibur dan dekaplah ia dg penuh kasih sayang seperti apa yang emak berikan padaq, pada kami. Jika engkau ingin dihormati dan disegani emakq layaknya seorang suami yang digambarkan oleh nabi qt, maka sayangi dan hargai pula emakq sebagaimana nabi qt memperlakukannya pada sayyidati khodijah. Hati egoisku berharap agar engkau mau terus bersabar tetap bersama kami, dalam keadaan apapun. Namun hati kecilku teriris sakit jika melihatmu begini terus, merasa tidak berguna dan memang tidak dipergunakan, berusaha tetap tersenyum walau keadaan seperti ini adalh sungguh menyiksa batinmu. Ah entahlah pak..., aku bingung. Namun yang jelas ak sungguh menyayangimu.
Lantas? Apa yang harus ku lakukan???
atas kebingunganku yang tak berpenghujung solusi.
apakah aku hanya bisa menangis kala mengingat engkau berdua, kala mengingat batinmu yang sama2 sedang tidak tenang dan tersiksa?
aku tau aku harus melangkah, tapi kemana? Bagaimana? Dengan apa? Langkah yang seperti apa? Sampai akhirnya kebingunganku itu menemui jalan buntu yang membuatku tak bisa melangkah.
aku kini tetap berdiri, bersama air mata yg tak bisa ku bendung ini, bersama kebingungan yang masih dan terus bergelayut dipikiranku ini, bersama doa yang terus terpanjat berharap terbukanya jalan didepanku.
aku pasrah..
aku masih menunggu jalan didepanku terbuka, dengan doa dan tangis yang mengiringi, karena mungkin hanya itu yang bisa kulakukan saat ini.
semoga jalan itu terbuka sebelm semua terlambat. Sebelum semua yang ku takutkan terjadi.
semoga...
amin...
فوضت امرى الي الله ما شاء الله لاحول ولا قوة الا بالله العلى العظيم
 امين



Anakmu yang tak pernah bisa dibanggakan
Siti Nafa’ati.

2 komentar: