Kamis, 26 Juni 2014

OBAT itu PAHIT

Sidoarjo, 25 juni 2014

SEBELUM AKU BERKATA JUJUR
Biasanya kejujuran itu menyakitkan. Oleh karenanya nabi pernah bersabda untuk berkata jujur walaupun pahit rasanya. Seolah sudah menjadi sunatulloh bahwa jujur itu pahit. Dan hampir semua orang refleknya tidak senang, akan ‘mercing’ bahkan menangis jika ada hal pahit yang datang menghampirinya, bahkan walaupun hal yang pahit itu biasanya membawa dampak positif bagi kita.
Begitu juga halnya dengan kejujuran. Seolah sudah bersifat kodrati bahwa ketika kita menerima kejujuran (bukan pujian), maka respon  reflek yang dialami oleh hati kita adalah, sakit. Betapa sangat sakitnya rasa itu hingga terkadang kita tak mampu menahan air mata. Saat seperti itu biasanya kita hanya ingin merenung dan diam. Tak ingin berkata apapun karena sesungguhnya apa yang dikatakan oleh dia (orang yang jujur tadi) adalah benar adanya. Lebih tepatnya tak bisa berkata apa2.
Beberapa hari kemudian, setelah kita selesai dengan perenungan kita, lambat laun sakit dalam hati itu hilang, berganti rasa syukur. Seharusnya begitu. Karena berkat kejujuran itu kita menjadi tahu seberapa menderitanya mereka terhadap sifat, sikap ataupun ucapan kita. karena kejujuran itu kitapun juga dapat mengetahui bahwa hal itu, hal yang ada pada diri kita itu, sangat merugikan orang lain (baik secara materi maupun psikologi, dlohir maupun batin). Karena kejujuran itu pula kekurangan2 kita yang berlimpah ruah bisa sedikit demi sedikit kita kurangi sehingga dengan begitu insyaalloh timbangan dosa kita pun tidak bertambah terlalu banyak, bahkan mungkin bisa berkurang. Karena kejujuran dari dia adalah lebih baik, paling tidak lebih gentle daripada mereka terus tersenyum di hadapan kita namun menghujat penuh sesak di belakang kita bersama mereka. Karena keberaniannya untuk berkata jujur menjadikan kita lebih tentram, tinimbang dia harus mengatakan kekesalannya itu pada orang lain yang hal itu bisa berakibat orang lain tersebut turut membenci kita akibat cerita kekesalan itu. bahwa sungguh besar manfaat kejujuran itu jika kita berkenan memikirkannya barang sejenak. Maka dari itu, saat kita menerima kejujuran (bukan pujian) tak perlu rasanya kita meluapkan rasa sakit hati kita terhadap dia. Diam memang diperlukan untuk meredam agar rasa sakit ini tidak ber-metafora menjadi susunan kata2 jahat dari sisi hewani kita. namun diam yang terlalu lama pun juga kurang etis karena sesungguhnya seyogyanya kita harus segera berterimakasih padanya atas keberaniannya untuk berkata jujur tersebut. Diam yang terlalu lama juga dapat berpotensi menyakiti hatinya karena ia akan nelangsa dan menyesali perbuatannya karena telah jujur pada kita, sehingga malah dia yang meminta maaf kepada kita, padahal itu bukan seharusnya yang terjadi, dan patutlah kita malu jika sampai itu terjadi. Diam yang terlalu lama pun juga dapat menimbulkan prasangka bahwa kita tidak nompo atas kekurangan kita tersebut (tidak mau dikritik, tidak mau disalahkan, dsb) sehingga akan bertambah besar kebencian orang lain terhadap kita, yang sesungguhnya secara manusiawi kita pasti akan sedih jika dibenci.
Pun juga ketika kita ingin menyampaikan kejujuran terhadap orang lain. Waktu dan situasi sangatlah penting untuk menjadi pertimbangan kita. termasuk juga susunan kata dan intonasi yang kita gunakan perlu ditata, agar sakit hati yang pasti dirasakannya pun juga dapat ditekan seminimal mungkin. Saat kita merasa di “dholimi”, ingin rasanya kita langsung mengutarakan kejujuran dan berteriak bahwa kita sakit dan menderita diperlakukan seperti itu. itu sangat wajar, apalagi bagi kaum wanita. Namun, esensi keagungan kejujuran itu akan hilang jika kita mengatakannya dalam keadaan emosi yang buruk karena biasanya kita sulit mengontrol -apapun itu- saat kita sedang dalam keadaan seperti itu.  sehingga kata2 yang keluar pun biasanya terdengar lebih menyakitkan. Maka dari itu nabi kita pernah menghimbau untuk diam ketika sedang marah, bepindah posisi dan atau segera mengambil air wudlu. Sehingga, agaknya kita musti diam terlebih dahulu jika memutuskan akan berkata jujur padanya. Diam bertujuan untuk meredam amarah kita. diam sejenak bermaksud untuk memikirkan kembali apakah kejujuran itu akan dapat membawa kebaikan atau malah lebih banyak madlorot yang akan timbul sebab kejujuran itu. diam untuk menyusun kata2 yang tepat agar maksud kita sampai dan dapat meminimalisir sakit pada hatinya atas kejujuran kita. karena dalam tenang kita lebih bisa mengontrol. Kitapun juga dapat membuat bibir ini tersenyum atau bahkan memaksa tersenyum agar sedikit pudar gejolak emosi dihati ini. Dalam tenang kita akan dapat teringat betapa kebaikan dan usahanya untuk terus berbuat baik pada kita adalah jauh lebih banyak daripada airmata yang disebabkan olehnya. Dalam tenang kita dapat menyadari bahwa gusti Alloh yang maha kuasa dan perkasa tidaklah tidur, tidak pernah luput sedikitpun tentang apa yang terjadi dan dirasakan makhluk-Nya, maka sebenarnya kuasa kita (untuk berkata jujur dengan kasar dan membalas) adalah sangat tidak diperlukan. Biarkan kekuasaan yang Maha Lembut itu yang menuntun kita dan mereka.
===========================================================================
Menjadi baik mungkin memang sulit, namun berusaha menjadi baik seharusnya dapat dilakukan oleh siapa saja dan dari tingkatan apa saja.
Semoga segala gerak gerik kita, tutur kata dan tingkah laku senantiasa direkso oleh yang Maha ngerekso. Amiin..


Ahsin kama ahsanallohu ilaika J

1 komentar:

  1. jum'at, 19-9-14 (22.17).
    malam ini, tulisan ini telah membuatku tersenyum geli. bagaimana tak, aku diingatkan tulisanku sendiri, xixi..

    oke mbak ety.
    kayaknya yang terpenting sekarang adalah bukan mengingatkannya atau 'sok menyadarkannya' atas semua pilihan sikapnya itu.
    yang terpenting sekarang adalah membuat bibir ini tetap tersenyum, hati ini tetap semangat untuk menikmati segala jenis pengabdian dan pikiran ini tetap dapat fokus melaksanakan segala macam kewajiban.
    suwun yo mbak. tulisan dari hati memang tak akan sulit untuk masuk ke hati. ;)

    #oposehngomongdewe -_-'

    BalasHapus